Suara.com – Penggunaan bahan bakar campuran biodiesel dengan rasio 40 persen, yang dikenal sebagai solar B40, akan dimulai secara resmi pada Februari 2025. Hal ini diungkapkan oleh Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yuliot Tanjung.
Yuliot menjelaskan bahwa kewajiban penggunaan B40 telah dimulai sejak 1 Januari 2025, namun saat ini masih berada dalam fase transisi yang berlangsung selama sekitar 1,5 bulan setelah tanggal tersebut.
“Mandatori mulai berlaku pada 1 Januari. (Masa transisi selama 1,5 bulan) dari 1 Januari hingga Februari,” ungkap Yuliot di Jakarta pada Jumat (3/1/2025).
Menurutnya, masa transisi ini dimanfaatkan untuk menghabiskan stok solar lama dan untuk melakukan penyesuaian teknologi yang diperlukan.
Baca Juga: Klarifikasi Kementerian ESDM Terkait Dugaan Maladministrasi RKAB Tambang 2021-2024
“Selama proses ini, pencampuran yang awalnya B35 akan ditingkatkan menjadi B40, sehingga kami memberikan waktu sekitar 1,5 bulan untuk penyesuaian tersebut,” tambah Yuliot.
Lebih lanjut, Yuliot menyatakan bahwa produksi Solar B40 pada tahap pertama ditargetkan mencapai 15,6 juta kiloliter, dan akan dilakukan secara bertahap hingga akhir tahun.
“Tentu saja ini tidak dilakukan secara langsung, melainkan bertahap hingga akhir tahun 2025,” jelas Yuliot.
Sebelumnya, Kementerian ESDM berharap regulasi terkait penerapan program bahan bakar campuran biodiesel 40 persen (B40) dapat diselesaikan dalam minggu ini.
“Kami berharap keputusan menteri dapat diselesaikan dalam minggu ini,” kata Yuliot.
Baca Juga: Strategi PTPN IV PalmCo Dukung Program B35 Guna Hemat Penggunaan Bahan Bakar Fosil
Yuliot menambahkan bahwa regulasi tersebut sedang dalam proses konsolidasi setelah melakukan pengecekan lapangan beberapa hari sebelum perayaan Tahun Baru 2025.
Biodiesel B40 merupakan campuran 60 persen solar dan 40 persen bahan bakar nabati (BBN) yang berasal dari kelapa sawit.
Pemerintah terus mempersiapkan pelaksanaan program B40 pada 2025 sebagai bagian dari upaya meningkatkan ketahanan energi dan mendukung inisiatif Indonesia yang lebih hijau dan berkelanjutan.
Langkah ini sejalan dengan visi Presiden Prabowo Subianto yang menempatkan ketahanan pangan dan energi sebagai prioritas nasional.
PT Pertamina telah menyiapkan dua kilang utama untuk mendukung produksi B40, yaitu Refinery Unit III Plaju yang berlokasi di Palembang (Sumatera Selatan) dan Refinery Unit VII Kasim di Papua.
Pencampuran bahan bakar solar dengan BBN akan dilakukan oleh PT Pertamina Patra Niaga.