KOMPAS.com – Meskipun lulus dari Universitas Gadjah Mada (UGM), salah satu kampus terkemuka di Indonesia, Novika Sari Harahap tidak tertarik untuk bergabung dengan perusahaan-perusahaan besar. Sebaliknya, ia memilih untuk berperan sebagai penyuluh pertanian di daerah yang tertinggal, terdepan, dan terluar (3T).
Keputusan ini membuat Novika diakui sebagai salah satu penerima Insan UGM Berprestasi 2024 dalam kategori Pelopor Pemberdayaan Daerah Tertinggal, Terdepan, Terluar (3T).
“Saya sangat bersyukur malam ini, terima kasih kepada UGM yang telah mengapresiasi para alumninya,” ungkap Novika, yang datang dari Dumai, Provinsi Riau, untuk menghadiri Malam Anugerah Insan Universitas Gadjah Mada (UGM) Berprestasi 2024, seperti yang dikutip dari laman UGM.
Baca juga: Kisah Inspiratif Pak Theo, Guru yang Mengajar Anak Suku Moskona di Teluk Bintuni, Papua Barat
Motivasi untuk Membantu Petani
Novika Sari Harahap, yang akrab disapa Novika, adalah alumni Fakultas Pertanian UGM. Ia menyelesaikan studi S1 di Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan pada tahun 1995 dan melanjutkan pendidikan magisternya di Program Studi Agribisnis Universitas Riau (UNRI).
Setelah menyelesaikan pendidikannya di UNRI, ia memulai karier sebagai aparatur sipil negara (ASN) di Kota Dumai, Riau. Novika kemudian berkomitmen untuk menjadi penyuluh pertanian, dengan fokus pada pemberdayaan sumber daya manusia.
“Saya sangat ingin membantu para petani meningkatkan pengetahuan dan keterampilan mereka. Saya ingin mengubah sikap mereka agar lebih terbuka terhadap inovasi,” ujar Novika.
Usahanya sebagai penyuluh mulai membuahkan hasil. Meskipun perjalanan pemberdayaan masyarakat ini panjang, dampaknya kini sangat terasa. Dengan berbagai inovasi yang ia kenalkan, para petani kini tidak perlu mengeluarkan tenaga sebanyak sebelumnya.
Baca juga: Cerita Alvin, Anak Pemulung yang Berkuliah di UGM dan Mendapat Penghargaan dari Kemenpora
Dedikasi 15 Tahun Sebagai Penyuluh Pertanian
Novika menjadi salah satu penerima Insan UGM Berprestasi 2024 kategori Pelopor Pemberdayaan Daerah Tertinggal, Terdepan, Terluar (3T).
Novika mengungkapkan bahwa menekuni profesi sebagai penyuluh selama 15 tahun bukanlah hal yang mudah. Banyak tantangan yang harus ia hadapi, baik dari dalam diri sendiri maupun dari lingkungan sekitar.
“Tantangan terbesar bagi saya sebagai penyuluh pertanian adalah harus memiliki kompetensi yang memadai dan pemahaman tentang budaya lokal,” jelasnya.
Novika menambahkan bahwa banyak teori yang ia pelajari selama kuliah masih memerlukan pengembangan soft skill, yang ia peroleh melalui pengalaman di lapangan. Teori-teori tersebut sangat membantunya dalam melakukan penyuluhan dan bertukar informasi dengan rekan-rekan penyuluh lainnya.